Awesome Image

Mengolah Diri untuk Mengilahi

Kalimat ini— mengolah diri untuk mengilahi — aku temukan dalam buku Jalan Cinta Para Kekasih Allah. Sederhana, namun menghunjam. Ia membangkitkan renungan dalam kalbu, menggetarkan nalar dan nurani. Seolah mengajak kita menapak sebuah perjalanan sunyi, perjalanan batin menuju cahaya Ilahi.

Aku menulis inipun dalam kondisi resah. Di sepertiga malam yang hening, napas ini mendesah lirih. Jiwa yang mengolah diri untuk mengilahi, adalah jiwa yang siap untuk taat bukan hanya tahu perintah, tapi juga bersedia menjalankannya. Ia paham mana yang harus dijauhi, dan tetap berjalan meski ujian dan takdir menghadang. Ia rendah hati menerima, dan terus melangkah dalam ridha.

Mungkin kita pernah bertanya: “Untuk apa semua ini? Mengapa aku harus begini? Bukankah segalanya sudah kupunya?”
Itulah suara keakuan, suara kesombongan yang menyesatkan. Tapi justru dari sana kesadaran spiritual dimulai. Bahwa hidup ini bukan tentang memiliki, tapi menjadi. Bukan tentang menumpuk dunia, tapi tentang mendekat… kepada-Nya.

Apa makna "mengolah diri untuk mengilahi"?

Ini adalah perjalanan panjang dalam kehidupan—sebuah penelusuran batin yang sunyi namun bermakna. Kita menyelami diri, menelusuri luka-luka lama dan nafsu yang tersembunyi. Perlahan, kita belajar memperbaiki akhlak, menundukkan ego yang liar, hingga berubah menjadi hati yang lapang, ikhlas, dan penuh kesabaran. Jiwa yang dulu mudah marah kini dilatih untuk bersyukur, bersujud dalam kepasrahan, dan bertafakur dalam keheningan.

Semua ini dijalani dalam naungan iman dan cahaya takwa.

Jiwa ini mungkin masih bertanya-tanya, “Bagaimana Allah?”
Tapi justru dalam pertanyaan itulah ada harapan. Perjalanan spiritual adalah tentang berpindah dari paradigma keakuan menuju ketundukan. Dari cinta dunia menuju cinta Ilahi. Dari nafsu menuju nur.

Berat? Ya. Tapi perjalanan ini layak diperjuangkan.

“Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepadanya jalan kefasikan dan ketakwaan. Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya.” (QS. Asy-Syams: 7–9)

Allah menciptakan jiwa dengan potensi baik dan buruk. Tapi yang dicintai-Nya adalah mereka yang memilih menyucikan jiwanya, yang berikhtiar, bukan menyerah pada hawa nafsu.

Menyucikan jiwa berarti berjuang, melawan bisikan maksiat, menumbuhkan ketakwaan, menjaga niat, memperbaiki amal. Inilah jalan ikhtiar yang diridhai Allah.

Ingatlah, wahai jiwa yang sepi: Siapakah aku tanpa Allah?

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

Maka, jika hari ini terasa hampa, mungkin bukan karena kurang pencapaian tapi karena kurang sujud. Jika hidup terasa berat, bisa jadi bukan karena banyak masalah tapi karena kita jauh dari Al-Qur'an.

Ya Allah, bukakan hati dan jiwa yang lemah ini, agar tak berhenti berjalan menuju-Mu.

“Barangsiapa berjalan kepada-Ku, Aku akan berlari kepadanya.” (Hadits Qudsi, HR. Bukhari-Muslim)

Wahai Ar-Rahman, yang Maha Bijaksana, sungguh jiwa ini ingin berlari meski dengan napas tersengal, tangis tertahan, dan langkah tertatih. Dalam lelah, dalam lumpur dosa, aku akan terus berlari... menuju Cahaya-Mu.

 

Penulis: Igun Winarno